Aku bersama
angin laut
Sembari
menginjakkan kaki ke pasir kering kemarau sepi, aku menahan panas yang begitu
menyerngit ulung hati. Kebiasaanku menghilangkan tragedy saat ini,
mengkhayalkan apa yang ingin kuabadikan.
Terbangun
oleh kerang-kerang mungil yang bertebar dipesona pesisir pantai, aku tertegun.
Jalan lurus. Tanpa kelokan yang mengunyahku akan waktu itu. Tiada, bersama
angin laut menyambar dikala petir hujan sang nimbus.
Aku
dimandikan matahari, sang bersahaja pemalu sakti. Perangai berisik angin
menyapu senja, tak lari dari prolog cerita. Seperti menyahut-nyahutku agar
pergi ke hulu. Meneduh ke pohon kelapa yang tiada berdahan, hanya lengkungan
kayu beririsan untuk duduk dipangkuan.
Terhanyut
dengan sebutir pasir yang saban akan hempasan ombak, aku mengadu pada suara
hati. Angin laut telah diseberang, berharap kembali menggoyangkan daun-daun
bertulang panjang.
Titipkan
salamku ..
Wahai kapal yang berlabuh diakhir tebing. ..
Wahai kapal yang berlabuh diakhir tebing. ..
Aku
dan dia tak lagi bersatu, bawakan bintang yang memancar terang untuk berlari ke
singgasana. Bawakan malam untukku …
Curahan
sinar-sinar membabi buta di cakrawala, bersama indahnya barisan burung-burung
kembali keperaduannya.
Serinai
kembali berbisik, tanda kaki kembali melangkah menghanyut sepi.
“Jejak-jejakku bersamamu, kutinggalkan bersama pantai
yang takkan surut oleh takdir pekam maha kuasa”
yang takkan surut oleh takdir pekam maha kuasa”
~Febby alp
3 juli 2014
3 juli 2014
Bagis, Feb..
BalasHapusMaksud saya "Bagus"
BalasHapusmakasih kak. baru kebaca. wkwkw
BalasHapus