TO
: Wanita yang paling spesial dalam hidupku
From
: Dari buah hatimu yang mencintaimu sembunyi-sembunyi
Assalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakaatuh
Ibu,
Semoga keadaaanmu senantiasa diberikan rahmat dari Dzat yang Maha Pelindung dan
Pemurah.
Mungkin
terasa sedikit aneh ketika Ibu menerima surat cinta ini. Surat yang yang
pertama kali kubuat untukmu dalam sejarah 18 tahun umurku. Mungkin tidak pernah
terbayang olehmu akan menerima sepucuk surat dari daulat negri yang berbeda
adat dengan negri kita. Tak terkira menerima selembaran kertas dari buah hatimu
sendiri meski komunikasi canggih masih bisa ku andalkan.
Ada
beberapa alasan yang melandasarinya, Bu. Dan aku yakin Ibu akan memahaminya
sendiri meski aku belum menceritakannya.
Lebih
dari itu, aku ingin mengucapkan “Selamat Hari Ibu Untukmu, Sang Surya menyinari
dunia. Sosok teguh yang dermawan kasih sayang. Pemeluk terhangat mengalahkan
bulu domba yang lembut.
Ntah
mengapa tiba-tiba aku ingin sekali menulis surat ini di hari yang spesial dan
bermakna bagi seluruh Ibu Indonesia. Aku tidak mengerti gejolak dari perasaan
yang benar-benar berbeda ini. Ia terasa awam di hatiku. Belum pernah kurasakan
perasaan yang diktator ini, Bu.
Sejak
mengambil pilihanku dan berani meninggalkan jarak, aku sedikit menyesal dan
terkadang merenung, mengulas kisah lama yang memberikan goresan indah di
ingatanku tentang kehangatan di rumah. Ada bagian-bagian yang amat berkesan
telah hilang dalam puzzle kehidupanku.
Rasanya,
aku ingin menyerah meniadakan hal-hal
yang biasa itu terjadi.
Terbiasa bercerita di pangkuanmu untuk
mengeluh kisah sepanjang hari.
Terbiasa
dengan memo singkat yang Ibu tempelkan di pintu kamar sebagai kejutan di awal
pagi.
Terbiasa
dengan telur separuh matangmu yang tidak pernah tertandingi rasa kelezatannya.
Dan
hal-hal biasa lainnya yang tidak lagi kurasakan sejak aku mengambil pilihanku
sendiri
Ini
adalah semburat rinduku dari mahabah yang likat di jiwaku.
Ibu,
Mungkin
dengan surat kecil ini, Ibu akan memahami betapa kekakanakannya aku meski ragaku
dewasa.
Betapa
jahatnya aku saat mengucapkan 3 kata itu, aku masih digandrungi keraguan.
Betapa egoisnya aku saat mengucapkan kata maaf
yang tulus, lidahku masih kelu.
Tahukah
Ibu apa yang terjadi saat ini?
Jujur,
air mataku telah rabas sejak pertama kali kuukir akasara ini.
Tahun
ini adalah pertama kalinya aku tidak bisa berdampingan denganmu di hari Ibu.
Tahun yang pertama kalinya aku tidak
bisa menatap wajah teduhmu di hari keberkahan umurmu, Oktober yang lalu. Dan
tahun yang pertama kalinya aku tidak menyentuh tanganmu di hari Raya Idul Adha.
Hal
yang pertama itu selalu sulit, Bu. Penuh tantangan dan godaan. Rasanya aku
ingin berlari ke rumah jika Allah memberikanku kekuatan kaki seperti Forrest
Gump. Astaghfirullah, aku mengkufuri
nikmat Allah SWT.
Aku
malu, untuk mengungkapkan rasa cinta yang tidak kusadari telah mengelir di
dewangga hati. Rasa cinta yang sudah terpatri lama meski syubhat masih
menghalangiku.
Tetapi
kenyataannya, cintamu melebihi rasa cinta yang berlaba-laba itu.
Menaruhkan
nyawa, mengorbankan waktu, bahkan menguras energi. Semua yang Ibu lakukan
semata-mata karena cintamu yang tak ditempa masa, tak tersulur oleh jarak. Tiada
jasa yang bisa membalas pengorbanan cinta seperti itu. Cinta mana yang akan sanggup mengorbankan hal
sedemikian besar itu selain dirimu?
Aku
malu Ibu, dengan kenyataan rindu yang mendiktatorku masih kalah dengan rindumu.
Aku
tau, setiap detik Ibu selalu memikirkanku, Mulutmu tak berhenti berbuih untuk
menyebut namaku dalam setiap sujudmu. 10 kali kusebut namamu, 100 kali ibu
telah menyebut namaku di dalam do’amu. 100 kali kusebut nama Ibu, Ibu telah
mengucapkannya 1000 kali. Dan begitu seterusnya hingga tiada yang mampu berpacu
dengan kekuatan rindumu.
Ibu,
masih kutahan egoku untuk tidak menangis sejadi-jadinya.
Ingin
sekali kutangkap waktu yang lingat berlari dan kukembalikan pada kisahku
menjadi anak yang berbakti.
“Tetaplah
teguh. Jangan Rapuh, anakku. Kau seperti burung yang bebas menentukan pilihanmu
hendak ingin kemana. Aku tidak akan menghalangi langkahmu. Jangan lupa sholat.
Tegakkanlah Ia meski kau sedang sibuk dengan urusan duniamu. Dahulukan ia meski
ada hal lain yang belum kau selesaikan. Karena hanya dengan ridho Allah,
do’a-do’a yang Ibu ucapkan, akan sampai kepadamu.”
Ibu,
masih terlekat di ingatanku silunya suaramu saat mengucapkan kata itu.
Masih
kurasakan pelukan yang erat 6 bulan yang lalu ketika garis jarak itu bermula.
Namun,
jangan cemas, Ibu. Anakmu tetaplah menjadi gadis yang berprinsip.
“Tiada
yang kebetulan di dunia ini. Ada Dzat yang Maha Menorehkan takdir. Yang selalu
mengawasi dan memberikan kemudahan bagi hamba-Nya yang selalu berusaha.
Cita-citaku
kan kuiringi dengan cinta mu. Merdu amanahmu kan menjadi pantulan dari
langkahku.
I Love You, Ibu.
Aku
mencintaimu. Sungguh.
Maaf, jika aku belum bisa membuatmu bahagia.
Bersama
surat ini, kutitipkan mahabahku, yang kan ringkai tanpa dilecap oleh do’a
khusyu’mu.
Kumohon,
tetaplah menjadi sosok Ibu yang selalu merecup. Berseri hingga aku menjadi
sarjana nanti. Bersama kita berjuang dalam sujud dan do’a. Dan mulutku takkan
berhenti berdo’a agar sang ratu tetap kokoh di singgasana.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakaatu
FebbyAlp
13 Desember 2016
Asrama Oren UNAND